Menganyam langkah beralaskan darah
Menapaki tanah berumputkan kaca
Telapak kaki seakan tiada celah
Berjinjit mesra ia di atas luka
Sudah tentu bukan perkara mati rasa
Hanya langkah yang terbiasa menyiram luka.
Menganyam langkah beralaskan darah
Menapaki tanah berumputkan kaca
Telapak kaki seakan tiada celah
Berjinjit mesra ia di atas luka
Sudah tentu bukan perkara mati rasa
Hanya langkah yang terbiasa menyiram luka.
"Untuk kita yang bukan menjadi kita
Dan untuk kenangan yang akan usang
Biarkan sejenak aku berceloteh pada waktu
Tentang hujan di musim kemarau."
Bersama air langit membasahi bumi
Engkau muncul ditemani pelangi
Tersenyum terselipkan sembilu
Yang pasti candu akan rindu
Bergelut aku dengan logika
Yang kerap kali kalah dengan perasaan
Mendung akan jadi cerita
Jikalau tenggelam dalam keresahan
Engkau pesona nyata keindahan
Berbisik lirih mengusik hati
Menggubah ketetapan jadi angan
Lalu lenyap menarik diri
Untuk senyum mu yang mempesona
Kuakhiri angan yang jadi semu
Demi kerinduan aku bersuara
Dan demi pengharapan aku merindu.
Banyak orang berujar padaku, ini takdir
Jika Tuhan mentakdirkan, maka aku harus bertakdir
Maaf, kiranya aku tak ingin menjadi air
Yang bertakdir pada ia yang mengalir
Bukan, bukan aku mendustakan suratan tangan
Hanya saja, aku insan yang acap kali menolak keadaan
Menyerah atas nama takdir dan berjubah kepasrahan
Akan terdapat dalam benak ku rasa enggan
Semacam pertemuan kita ini
Apa ini suratan bagiku untuk menanti?
Sungguh tak adil buatku seperti ini
Memperasakan cinta terkunci dalam hati
Oh, aku memang insan yang terpapar kisah fatamorgana
Mengumpat takdir jika itu merana
Padahal aku lah yang sengaja menikmati nestapa
Menanam rasa yang membawa sengsara
Takdir bilang ini nasib badan
Namun benak seakan enggan
Menyuarakan bentuk perlawanan
Dan berujar, ini awal dari akhiran.
Lambaian senja mengusik harapan
Irama gendang selaras degup jantungku
Berdiri disini, di peraduan rindu
Mengharap hembusan damai kasihmu
Tapi bukankah itu naif?
Aku memang menanti
Namun bagimu tiada arti
Hampir di sepanjang malam
Aku berjubahkan kerinduan
Bagai irama tanpa nada
Sumbang tak enak di dengar
Namun harus ku dengar
Hanya rindu ini nafas hidupku
Logika tak mengalah pada rasa
Berpegang pada prinsip ke lelaki an
Aku tak mau jadi nada sumbang
Meski harus menanggalkan jubahku
Dan meminum secangkir dosa
Biarlah..!!
Dosa manis kemunafikan hatiku.
Di bawah tiang lampu ini
Aku bersumpah
Takkan kembali jika tak bersua denganmu
Denganmu yang telah hilang 10 tahun silam
Dan kuratapi kerinduan yang tak terbendung ini
Betapa bodoh diriku ini
Yang tak paham akan maksud hati
Kala dulu bersenda gurau disini
10 tahun silam disini, di bawah lampu jalan ini
Dan kini baru kurasakan rindu
Kau sahabat kecil ku…
Akan kujemput engkau, cinta pertama ku.
Mata terbuka, terperanjat dari lelapku
Dimana aku? Apa yang terjadi? Sudah berapa lama ku terlelap?
Pertanyaan demi pertanyaan tanpa jawaban
Berbicara seakan ada penghuni di benakku
Kutelusuri tiap sudut daerah asing di depanku
Mengapa semuanya tampak asing bagiku?
Tanah gersang, sengatan tajam sang surya
Bahkan pohon sudah tak hijau lagi
Ia enggan bernafas di tanah tandus seperti ini
Darahku berdesir saat ku jelajahi tempat ini
Kudapati mobil tua milik tetanggaku
Ya, aku baru ingat
30 menit yang lalu aku tertidur di dalam nya
Dan kawan, tarik napasmu dalam-dalam
Hampir mati saat kulihat dashboard mobil tua itu
30 menit yang lalu sudah menguap
Yang ada hanya 4 digit angka tanpa bilangan nol
2112 kawan!!!
Bisa gila kalau aku tak meneriakkan angka-angka itu
Kusakiti diriku agar mengerti ini nyata atau fatamorgana
Aww sakit! Sialan, ini nyata!
Aku masih di bumi ku, namun di masa yang lain
Takjub, sedih dan takut bercampur jadi satu
Aku harus apa? Tanya ku lirih pada pohon gundul itu
Apa ini memang bumi ku?
Oh kawan, ekspektasi berlebihan
Bagaimana berharap keindahan pada dunia
Jika kita saja merusaknya! Menggerogotinya!
Oh, bukan seperti ini yang kuharapkan
Bukan, bukan pemandangan seperti ini
Maafkan kami, bumi ku
Maafkan, maafkan kami.
Ku dengar kicauan burung merpati
Dan suara halus desiran angin yang membentuk harmoni
Serta awan putih yang menaungi
Yang sering kusebut, Pagi
Kumpulan mega-mega yang kupandangi
kumohon janganlah menangis hari ini
Sebab ku tak ingin bersedih meratapi
Kerinduan yang terus menghantui.